Pentingnya Peran Dan Pertimbangan Tokoh Adat Pada Pemekaran DOB di Lampung Selatan

Bintang Pewarta Lampung Selatan_ Gaung suara memperjuangkan DOB Natar Agung bergema sangat santer menjelang Pemilukada serentak tahun 2024.

DOB Natar Agung isunya  yang pada Pemilukada terdahulu sempat memudar kontra dengan isu nama baru yakni kabupaten Bandar Lampung. Dan kini isu DOB Natar Agung mencuat kembali.

Terlepas dari kepentingan kontestasi Pemilukada atau pun bukan isu DOB nyatanya terus bergulir.  Seperti diketahui bahwa Pemekaran daerah otonom baru (DOB) di kecamatan Natar, Jati Agung, Tanjung Bintang, Tanjung Sari, dan Merbau Mataram di Lampung Selatan tentu tidak hanya menjadi wacana administratif semata, tetapi juga melibatkan aspek budaya yang sangat kaya dan beragam. Dalam konteks ini, peran tokoh adat sangat penting dalam menjaga keberlangsungan budaya dan tradisi masyarakat Lampung.

Falsafah hidup suku Lampung, seperti Piil Pesenggiri, Sakai Sambayan, Nengah Nyappur, Nemui Nyimah, dan Bejuluk Beadek, menjadi landasan moral dan sosial bagi masyarakat Lampung Selatan. Peran tokoh adat dalam pemekaran DOB di daerah-daerah tersebut memiliki kaitan erat dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam falsafah hidup suku Lampung tersebut.

Piil Pesenggiri, yang mengedepankan harga diri, tercermin dalam peran tokoh adat yang bertindak sebagai penjaga identitas budaya dan tradisi. Mereka menegakkan nilai-nilai luhur dan moralitas dalam proses pembangunan daerah baru.

Sakai Sambayan, prinsip gotong royong, tercermin dalam peran tokoh adat yang memimpin dengan menggalang kerjasama antar warga dalam proses pemekaran DOB. Gotong royong menjadi kunci kesuksesan dalam membangun masyarakat yang solid dan bersatu.

Nengah Nyappur, sikap mudah bergaul dan terbuka, tercermin dalam cara tokoh adat berinteraksi dengan masyarakat setempat. Mereka mendengar aspirasi masyarakat dan menjalankan peran mereka dengan kesederhanaan dan keterbukaan.

Nemui Nyimah, sikap murah hati dan ramah, tercermin dalam sikap tokoh adat yang selalu siap membantu dan menyambut semua orang dengan tangan terbuka. Mereka mengajarkan pentingnya berbagi dan saling mendukung antaranggota masyarakat.

Bejuluk Beadek, tradisi memberi gelar kepada masyarakat Lampung, mencerminkan penghargaan yang diberikan kepada tokoh adat sebagai pemimpin yang dihormati dan diakui oleh masyarakat setempat. Gelar tersebut menjadi bukti pengakuan atas peran penting tokoh adat dalam memimpin dan membimbing masyarakat.(Welkividia)

Kita tidak ingin perkembangan sebuah wilayah di Lampung Selatan yang diharapkan dapat membuat berkembang dan berbagai aspek kebaikan semakin maju menjadi terbalik perolehannya.

Akan menyedihkan tentu bila yang disebutkan bahwa orang Lampung memiliki palsafat hidup yang dipegang seperti  Piil pesenggiri, sakai sambaian, nengah nyampur, nemuin nyimah, buadek bujejuluk dan bujenganan. Tetapi dalam kenyataannya nanti pemekaran  tidak memiliki konterefek terhadap posisi mereka pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jangan sampai harapan dan perjuangan untuk kemajuan malah menjadikan orang Lampung yang punya Piil Pesenggiri tetapi nantinya tanpa penerimaan, berbuat sakai sambaian tanpa keperdulian, bergaul nengah nyampur tanpa kelayakan,bersilaturrohmi nemui nyimah tanpa kebarokahan, buadok bujejuluk tetapi tanpa martabat dan keahlian, juga bujenganan tetapi tidak beralamat.

Dengan demikian keterlibatan masyarakat adat sangat perlu. peran tokoh adat dalam pemekaran DOB di kecamatan Natar, Jati Agung, Tanjung Bintang, Tanjung Sari, dan Merbau Mataram bukan hanya sekadar aspek administratif, tetapi juga sebagai penjaga dan pemelihara kekayaan budaya dan tradisi Lampung. Dengan menjunjung tinggi falsafah hidup suku Lampung, tokoh adat memainkan peran yang tak ternilai dalam memastikan bahwa pembangunan daerah baru tetap berakar pada nilai-nilai kearifan lokal dan membawa kemajuan yang berkelanjutan bagi masyarakat Lampung Selatan.(*)

Foto : Kawal kehormatan yang terdiri dari wanita dalam pakaian adat pada saat kunjungan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh ke Natar di akhir tahun 1930-an (Wikipedia)

Pewarta : Nurdin Kamini

Sumber : GWDOBNA/Shd

Tinggalkan Balasan

You cannot copy content of this page