OPINI  

Sekretaris BPW PAI Lampung Dr (cand) Andri Meirdyan Syarif Meminta Pihak Berwajib Untuk Periksa KPU Kota Bandar Lampung

LAMPUNG (BP) – BPW Perkumpulan Advocaten Indonesia (PAI) Provinsi Lampung meminta pihak berwajib untuk periksa terkait dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kota bandar lampung.

Tak lama ini KPU Kota  Bandar Lampung membatalkan penggunaan Maskot Pilkada Bandar Lampung yang divisualisasikan berupa hewan kera meski baru dilaunching beberapa waktu.

Diketahui “Dana yang dikeluarkan oleh KPU untuk menentukan maskot itu adalah duit rakyat. Sekarang yang terjadi, maskot nya tidak digunakan,” ucap Sekretaris BPW PAI Lampung Dr (cand) Andri Meirdyan Syarif lewat keterangan tertulis (28/5/24).

Dikatakannya, ini menjadi salah satu bukti ketidak profesionalan KPU Bandar Lampung dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya.

” Kita dorong agar DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) untuk periksa KPU Kota terkait tidak profesionalnya kerja KPU Kota (Bandar Lampung),” katanya.

Ketua Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Lampung, H. Syabirin HS Koenang, SH, MH Gelar St. Ratu Sepulau Lampung ikut angkat bicara perihal kejadian ini.

“Ini sebenarnya masalah kecil. Jika bicara hukum, masalah ini bisa selesai musyawarah mufakat. Tapi jujur langkah KPU seperti politik zaman belanda. Terkesan adu domba antara tokoh adat dan masyarakat Lampung,” ucapnya Minggu (26/5/24).

Syabirin mengaku sangat prihatin dengan langkah KPU yang justru bisa memicu konflik baru.

Dijelaskan, eksistensi Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) diakui dan tertulis di lembaran negara. Antara lain tertuang di Peraturan Gubernur No3/2013. Tercatat di Kepmenkum-HAM Nomor AHU.0011970.0107/2019 Tertanggal 27 Desember 2019 serta Kesbangpol Pemprov Lampung Nomor 210/044/IV/VII.1/2019. MPAL pun pernah diketuai oleh Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP.

“Meski begitu, saya atau kami, tak berani secara serampangan membawa nama adat. Semua harus diputuskan secara adat dalam menentukan sikap atau pengambilan keputusan,” ujarnya.

Sebab, kata dia, sangat perlu menjaga keharmonisan semua pihak. Lantaran ada sedikitnya 62 marga di Lampung. Pepadun dan Saybatin. Mulai dari Martapura sampai Selat Sunda.

Syabirin juga mempertanyakan, apa legal standing perwakilan tokoh adat yang diundang KPU di Hotel Shreraton. Apa sudah mewakili ke 62 marga. Misalnya mengatasnamakan Megow Pak Tulang Bawang, Agung Siwo Mego Abung Saibatin, Melinting Pesisir dan lain-lain.

“Artinya tidak tercermin. Ini namanya politik zaman penjajahan Belanda. Politik adu domba antar tokoh adat serta masyarakat Lampung. Mirisnya lagi yang pelapor atau pengadu masalah ini di kepolisian ini siapa, tapi yang berdamai malah siapa,” ucapnya.

Syabirin pun mengaku jika perwakilan KPU Bandarlampung pernah menemuinya. Saat itu dia memberikan saran. Agar KPU mengaku salah, minta maaf pers rilis di media serta dilakukan perdamaian adat.

“Tiba-tiba malah ada perdamaian dengan diundangnya beberapa tokoh adat oleh KPU di hotel. Saya tak masalah siapapun yang diundang. Tapi sekali lagi, yang saya pertanyakan apakah sudah mencerminkan perwakilan 62 marga di Lampung, jika tidak, saya prihatin. Ini yang namanya politik memecah belah. Politik adu domba antara tokoh adat dan masyarakat Lampung”.(Rls)

Tinggalkan Balasan

You cannot copy content of this page